Nama : Muthi'ah Sriwardani
NPM : 14515859
Kelas: 1PA16
“Hah… bergadang lagi.”
Beginilah kehidupanku saat menjalani pendidikan untuk menjadi seorang psikolog yang sedang bertugas jaga malam di sebuah rumah sakit pemerintah terbesar di Indonesia. Karena rumah sakit ini termasuk yang terbesar di Indonesia, hampir semua spesialis pun ada disini. Dari psikolog seperti aku, spesialis jantung, sampai seorang spesialis saraf ada disini.
Selama aku bertugas menjadi psikolog disini, aku sudah mendapatkan berbagai macam kasus. Dari yang kasusnya masih masuk akal, sampai kasus yang cukup jarang terjadi di kalangan umumpun pernah aku tangani. Ada beberapa kasus yang memang murni ditangani olehku, ada juga kasus yang yah… bisa dibilang operan dari senior aku disini.
Seperti yang aku bilang tadi bahwa aku sedang melakukan jaga malam, Karena pada saat ini aku bosan, aku memutuskan untuk berjalan mengelilingi rumah sakit ini. Akhirnya aku sampai di unit gawat darurat atau UGD. Dan seprtinya sedang ada pasien baru korban kecelakaan yang sedang ditangani oleh dokter magang seperti aku. Aku mencoba mendekat untuk melihat korbannya karena penasaran. Dan betapa terkejutnya aku bahwa ternyata salah satu korbanya adalah pasienku yang baru konsultasi sekitar seminggung yang lalu dengan ku yang bernama Sarah. Kasus Sarah juga merupakan kasus yang dioperkan oleh seniorku. Aku mendekat untuk melihat bagaimana keadaannya Sarah. Tapi untungnya lukanya tidak cukup parah dari pada korban satu lagi yang tidak sadarkan diri. Aku perkirakan korban yang tidak sadarkan diri itu adalah adiknya.
Sarah sedang menangis sambil memegangi tangan adiknya. Tidak lama kemudian orang tua mereka datang sambil menangis. Karena makin banyak orang yang berada di ruang UGD ini, aku memutuskan untuk pergi. Dan ketika itu Sarah melihat aku, yang hanya bisa aku balas dengan senyuman simpati. Mungkin besok aku akan bertanya kepada dokter magang yang juga merupakan temanku itu tentang kronologis kecelakaan Sarah.
****
Keesokan harinya aku disibukan oleh sebuah kasus homo seksual sehingga pagi tadi aku tidak bisa bertanya kepada dokter yang menangani Sarah kemarin. Memang dalam satu kali konsultasi saja bisa menghabiskan waktu sekitar lima jam.
Waktu makan siangpun tiba. Aku segera menuju ke kantin khusus staff rumah sakit. Dan beruntungnya aku bertemu dokter Adit, dokter yang menangani Sarah kemarin. Segera aku memilih makananku, lalu duduk dimeja Adit. Yah…aku dan Adit memang seumuran jadi, kita memanggil langsung namanya saja.
“Hai” sapaku sambil meletakkan nampan makananku.
“Hai Li, gimana hari ini? Berapa jam tadi satu orang konsultasi?”
“Emmm… dari jam 7 sampai jam setengah 12. Berapa jam tuh?” jawabku ke Adit sambil menaruh makannku di meja.
Sambil melongo Adit menjawab “Untung gue bukan psikolog. Kalo gue psikolog pantat gue ambeien kali.”
“Ah lo mah gitu. Tapi emang bener sih cobaannya seorang psikolog juga berat. Malah kadang-kadang stressnya mereka itu berpindah ke gue.” Jawabku sambil mulai memakan makan siangku.
“Ha..ha..ha.. gue cuman bisa bilang yang sabar aja deh buat lo.” Kata Adit sambil menepuk-nepuk pundakku.
“Oh iya Dit kemarin malemkan gue ke UGD, terus ada korban kecelakaan adek sama kakak dan yang nangain mereka elo. Nah si kakaknya itu juga pasien gue loh!! Itu kemarin kenapa mereka bisa kecelakaan”
“Oh iya?? Dunia ini sempit berarti.”
“Kalo dari yang gue denger sih mereka diserempet minibus. Udah gitu dua-duanya gak pake helm lagi. Keduanya terlempar ke aspal jalan. Gue asumsikan telah terjadi benturan antara aspal dengan kepala baik pada si kakak maupun si adik dari memar yang ada di kepala mereka masing-masing.” Jawab Adit sambil menyeruput mie ayamnya.
“Terus gimana keadaan mereka?” tanyaku lagi.
“Karena si adik yang parah keadaannya sampai gak sadarkan diri, akhirnya dia di CT scan kepala. Ternyata hasilnya ada pendarahan otak yang minimal tapi, ada pembengkakkan otak yang hebat di sisi kanan.”
Adit melanjutkan “Akhirnya gue dan dokter saraf yang lain menyarankan untuk dioperasi segera untuk pengangkatan darah dan memberikan ruang bagi otak yang bengkak.”
Akupun mengernyit membayangkan sakitnya anak itu. “Tapi udah gak apa-apakan?”
Adit menjawab “Udah beres. Kan yang nangan operasinya gue.”
“Pedenya!!” Cetusku.
“Oh iya Li, emang si kakaknya itu ada masalah apa sampe di konsultasi sama lo?” Tanya Adit ke aku
Sambil menepuk bahunya aku menjawab “Sorry, tapi rahasia pasien gak boleh terbongkar. Walupun sama orang yang pasiennya sendiri gak kenal.”
“Ya elah lebay banget lo!! Lagian gue udah gak nanganin adeknya lagi. Gue cuman nanganin operasi adeknya doang.”
“Intinya sih masalah keluarga.” Jawabku.
“Oh… Masa waktu gue suruh si kakaknya juga di Ct scan kepala walupun lukanya gak parah, orang tuanya nolak dan malah si kakaknya langsung di bawa pulang tanpa di obatin. Padahalkan walaupun luka kecil di kepala kitakan gak tau kalo belum di CT scan lukanya sampe organ dalem apa engga. Dan orang tuanya seakan gak terlalu peduliin gitu keadaan si kakaknya.” Kata Adit.
Sambil menghela napas aku menjawab“Harusnya aku udah panggil orang tuanya supaya konultasi. Tapi si anaknya ini bilangnya nanti aja. Mungkin dia masih gak siap. Udah gitu katanya dia mau fokus dulu sama urusan dia di sekolah. Jadi belum kesampean deh ngobrol bareng orang tuanya”
“Lah emang waktu konsultasi kemarin tanpa izin dari orang tua?” Tanya Adit
“Enggak. Dia dateng sendiri dan gak bilang-bilang ke orang tuanya.”
****
Selang tiga hari perbincanganku dengan Adit di kantin. Aku berencana pada jadwal konsultasi Sarah berikutnya ingin mengajak orang tuanya berbincang-bincang.
Waktu menunjukan pukul satu siang. Aku menyempatkan diri melewati ruang inap adik Sarah. Mungkin kita memang jodoh, aku menemukan Sarah yang sedang berdiri di depan ruangan kamar inap adiknya.
“Hei Sarah lagi ngapain?” Tanyaku memulai perbincangan.
“Oh dokter! Enggak lagi ngapa-ngapain kok. Tadi aku baru terima telpon dari mama.” Jawab Sarah.
“Kamu sendirian disini? Orang tua kamu lagi gak disini?” Tanyaku lagi.
“Iya dok. Mama lagi ambil baju bersih buat adek.”
“Oh…”
“Mmm… Sarah dokter mau minta tolong ke kamu. Kalo konsultasi kita selanjutnya orang tua kamu diajak ya!” pintaku ke Sarah.
“Dokter kayaknya gak bisa dulu deh. Adek aku lagi kayak gini dan aku belum tahu konsultasi selanjutnya bisa dateng apa enggak.” Jawab Sarah dengan muka memelas.
“Ya udah kalo misalkan jadwal kita konsultasi selanjutnya kamu gak bisa dateng. Tapi kalo kita konsultasi lagi entah itu kapan dibawa ya orang tuanya.” Jawabku sambil mencoba merayu Sarah.
“Insya Allah dok.” Jawab Sarah
“Ya udah, dokter pergi dulu ya. Mudah-mudahan adik kamu cepet sembuh.” Pamitku kepada Sarah.
“Iya dok makasih.” Jawab Sarah.
****
Malam hari sebelum pulang dari rumah sakit. Saat ini jam menunjukan pukul sepuluh malam. Aku bersiap-siap membereskan barang-barang bawaanku. Sedang sibuk-sibuknya hand phoneku berbunyi.
Ku tatap layar handphoneku “Adit.” Aku mengangkat telpon darinya.
“Ya Dit kenapa?” tanyaku.
“Lagi dimana?” Tanya balik Adit.
“Lagi di ruang praktek. Emang kenapa?” Tanyaku lagi.
“Udah selesaikan jadwalnya?”
“Iya. Emang kenapa?” jawabku penasaran.
“Gue kesana sekarang! Ada berita besar!” seru Adit di seberang sana.
“Ok.” Jawabku mengakhiri percakapan telpon kami.
Tak selang berapa lama Adit sudah sampai di ruang praktekku dengan wajah yang serius.
“Ada berita apaan sih? Kok penting banget keliatannya?” Tanyaku saat melihatnya masuk ke ruang praktek.
“Li lo tahu gak Sarah meninggal!” Seru Adit membuatku terkejut.
Bagaimana bisa Sarah meninggal? Tadi siang saat bertemu dengan Sarah dia kelihatan baik-baik saja.
“Tapi… kok bisa meninggal? Aku ketemu Sarah terakhir tadi siang loh Dit! Kamu jangan bercanda.” Cetusku yang masih terkejut dengan pemberitaan ini.
“Iya tadi gue ngeliat orang tuanya udah nangis histeris di depan dokter Indro. Gue kira yang kenapa-napa juga adeknya. Gue yang ngebantuin dokter Indro buat nanganin Sarah. Pas Gue masuk ke ruangannya, Sarah udah dalam keadaan yang ngenesin banget dan udah pake alat bantu napas dari mesin.” Jawab Adit.
“Tapi kenapa tiba-tiba keadaannya kayak gitu? Tadi siang tuh pas ketemu dia masih baik-baik aja.” Jawabku yang masih tidak percaya.
“Orang tuanya cerita kalo habis pulang dari rumah sakit Sarah langsung tidur. Tapi, pas dibangunin sama ibunya, Sarah gak bangun-bangun. Akhirnya Sarah dibawa ke rumah sakit.”
“Terus?” tanyaku lagi
“Akibat dari kecelakaan kemarin dan gak ditanganin secapatnya, dari hasil Ct scan ada pendarahan epidural yang sangat luas dan dalam volume yang besar, yang telah menekan otak begitu hebat dan mengakibatkan kematian. Penyakit ini juga disebut ‘the silent killer’ karena memang si penderita cuman ngerasain gejala-gejala yang kecil atau malah gak ngerasain apa-apa. Dan pada saat itu gue cuman bisa minta maaf soalnya udah gak ada lagi yang bisa dilakukan. Bahkan waktu kematiannya aja gak ketahuan.” Cerita Adit tentang kronologis kematian Sarah.
Dalam kondisi yang masih tidak percaya aku tidak bisa berkata-kata lagi. Rencana Tuhan memang tidak bisa di tebak. Sang adik yang tadinya dalam kondisi parah sekarang sudah membaik. Dan Sarah yang tadinya dengan kondisi yang baik-baik saja hari ini meninggal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar